A. Aliran Filsafat Pendidikan Progressivisme
1. Konsep Aliran Filsafat Pendidikan
Progressivisme
Aliran Progressivisme adalah suatu aliran filsafat
pendidikan yang sangat berpengaruh pada abad 20 ini. Pengaruh itu terasa
diseluruh dunia, lebih-lebih di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan dalam bidang
pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progressivisme. Biasanya aliran
progressivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal, yakni pandangan
hidup yang fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat suatu
doktrin tertentu), curious, toleran dan open minded.
Sifat umum aliran progressivisme dapat dikelompokan
dalam dua kategori, yakni sifat-sifat negative dan sifat-sifat positif. Sifat
negative diartikan bahwa progressivisme menolak otoritarisme dan absolutisme
dalam segala bentuk seperti agama, politik, etika dan epistemologi. Sementara
positif dalam arti progressivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah
dari manusia. Kekuatan-kekuatan yang diwarisi manusia dari alam sejak ia lahir.
Kekuatan-kekuatan mausia untuk terus menerus melawan dan mengatasi
kekuatan-kekuatan yang timbul dari lingkungan hidup yang selalu mengancam.
Progressivisme yakin bahwa manusia mempunyai
kesanggupan-kesanggupan untuk mengendalikan hubungannya dengan alam, sanggup
meresapi rahasia-rahasia alam, sanggup menguasai alam. Namun ada juga
kesangsian, apakah manusia dapat belajar bagaimana menggunakan kesanggupan itu?
Meskipun demikian, progressivisme tetap optimis manusia dapat menguasai seluruh
lingkungan, lingkungan alam dan lingkungan social melalui proses pendidikan.
Ada tiga cabang besar filsafat, yakni ontologi yang
membahas segala sesuatu yang ada dialam semesta, epistemologi yang membahas
tentang kebenaran, serta aksiologi yang membahas tentang nilai. Aliran filsafat
progressivisme dalam dunia pendidikan juga dapat dilihat dari sudut pandang
ontologi, epstemologi dan aksiologi.
- Pandangan Ontologi
Alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman manusia
hidup dalam alam semesta adalah sumber evolusi, yang berarti perkembangan, maju
setapak demi setapak, mulai dari yang sederhana/mudah menerobos yang
kompleks/sulit dan membutuhkan proses yang memakan waktu lama.
- Pandangan Epistemologi
Pengetahuan adalah informasi, fakta, hokum, prinsip, proses kebiasaan
yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman.
Pengetahuan diperolh manusia baik secara langsung melalui kontak dengan segala
realita dalam kehidupannya, maupun secara tidak langsung melalui catatan. Makin
sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman kita
dalam praktek, maka makin besar persiapan kita menghadapi tuntutan masa depan.
Pengetahuan harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru dalam
lingkungan.
- Pandangan Aksiologi
Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, dengan demikian adanya
pergaulan. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Bahasa adalah sarana
ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, kecerdasan
individu-individu. Nilai itu benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan
ada bila menunjukan kecocokan dengan pengujian yang dialami manusia dalam
pergaulannya.
2. Prinsip-prinsip Aliran Filsafat Pendidikan
Progressivisme
Dibawah ini dibahas beberapa prinsip aliran filsafat
progressivisme :
·
Menolak otoritarisme dan absolutisme dalam
segala bentuk seperti agama, politik, etika dan epitemologi.
·
Menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah
dari manusia. Kekuatan-kekuatan yang diwarisi manusia dari alam sejak lahir.
·
Manusia mempunyai kesanggupan-kesanggupan untuk
mengendalikan hubungannya dengan alam, sanggup meresapi rahasia-rahasia alam,
Sifat utama dari realita adalah perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap di
dunia ini, kecuali atas perubahan itu sendiri.
·
Pengetahuan adalah kunci untuk kebajikan, yang
dapat dipelajari dengan kekuatan intelek. Pengetahuan yang baik menjadi pedoman
bagi manusia untuk melakukan kebajikan yang lebih baik.
·
Kebenaran dan norma tidak bersifat mutlak,
melainkan relatif tergantung waktu dan tempat.
·
Pengalaman dan pemecahan masalah dalam kehidupan
dilakukan secara eksperimental.
·
Alam dan masyarakat selalu dinamis, selalu ada
dalam keadaan gerak, dalam proses perubahan dan penyesuaian yang tidak ada
hentinya.
·
Percaya akan demokrasi dan penolakan terhadap
dogmatisme.
·
Pikiran harus selalu “bekerja”, untuk memberikan
pengalaman yang baik. Manusia harus selalu berbuat, perasaan dan jasmaniah
adalah manifestasi dari kegiatan berpikiran yang tak terpisahkan.
·
Pendidikan harus konkrit, baik teori maupun
praktek.
3. Penerapan Konsep Aliran Filsafat
Progressivisme dalam Sistem Pendidikan
Konsep aliran filsafat progressivisme yang diuraikan
di atas, pada prinsipnya dapat diterapkan pada sistem pendidikan yang selama
ini cenderung mengikuti paradigma lama yang cenderung kaku, “alergi” adanya
inovasi, guru mendominasi dan iklim kelas yang kurang demokratis sehingga tidak
memungkinan peserta didik dapat belajar optimal sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
Dalam sistem pendidikan konsep progressivisme sudah
diterapkan sejak lama lama namun tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan
mengingat kondisi yang tidak kondisif dan terbatas serta tidak meratanya
kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana. Tujuan pendidikan nasional yang diejawantahkan
dalam tujuan institusional, kurikuler dan instruksional masih cenderung
berorientasi akademik intelektual sehingga kehidupan social yang demokratis
masih belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Prasarana sarana pendukung yang belum
mamadai mengakibatkan jumlah kelas yang besar dengan satu orang pendidik
membuat prinsip-prinsip progressivisme tentang pembelajaran partisifatif tidak
dapat dijalankan dengan sempurna.
Model pembelajaran kontekstual dan kooperatif sebagai
contoh model pembelajaran yang lahir dari aliran filsafat progressivisme yang
mengutamkan kerjasama dalam kelompok kecil dan prasarana sarana belajar byang
komprehensif bukan hanya di dalam kelas namun juga di luar kelas tidak dapat
dilaksanakan dengan baik karena tidak didukung biaya, prasaran sarana yang
memadai serta besarnya jumlah siswa yang harus ditangani seorang pendidik dalam
satu kelas. Padahal dalam beberapa studi kasus aplikasi model-model
pembelajaran yang didasarkan filsafat progressivisme ini menunjukan hasil yang
berdampak positif bagi peserta didik baik secara akademik maupun sosial.
B. Aliran Filsafat Pendidikan Perennialisme
1. Konsep Aliran Filsafat Pendidikan
Perennialisme
Perennialisme dengan kata dasarnya perennial yang
berarti abadi atau kekal yang terus ada tanpa akhir. Dalam pengertiannya dapat
dikatakan bahwa tradisi dipandang sebagai prinsip-prinsip yang abadi yang terus
mengalir sepanjang sejarah manusia, karena ia adalah anugrah Tuhan pada semua
manusia dan merupakan hakikat insaniah manusia. Di zaman kehidupan modern ini
banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam
bidang pendidikan. Untuk mengembalikan krisis ini, maka perennialisme
memberikan jalan keluar berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang
dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus
lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah
teruji dan tangguh.
Perennialisme memandang pendidikan sebagai jalan
kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perennialisme memberikan
sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebudayaan dan
pendidikan zaman sekarang. Dalam perjalanan sejarahnya, perennialisme
berkembang dalam dua sayap yang berbeda, yaitu dari golongan teologis yang
ingin menegakkan supremasi ajaran agama, dan dari kelompok yang skuler yang
berpegang teguh dengan ajaran filsafat Plato dan Aristoteles.
Filsafat perennialisme mengandung makna bahwa aliran
filsafat ini berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal
abadi. Tujuan filsafat perennialisme adalah mengembangkan pengetahuan yang
bersifat abadi, universal dan absolute. Pada abad ke 19 Amerika banyak menganut
aliran ini, dan pada tingkat sekolah dasar kurikulumnya menekankan pada moral
dan agama, pada level middle school kurikulum penekanannya pada mata pelajaran
latin, Yunani dan geometri.
Berkaiatan dengan tokoh filsafat perennialisme,
jalaludin menuliskan Plato mengatakan hakekat ilmu pengetahuan dan nilai-nilai
adalah manifestasi dari hokum universal yang abadi dan sempurna, kemudian
Aristoteles mengatakan oleh karenanya tujuan pendidikan adalah menuju pada
“kebahagiaan”, maka aspek-aspek jasmani, emosi dan intelektual perlu
dikembangkan secara seimbang. Pendapat tersebut kemudian dikembangkan oleh
Thomas Aquinas yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah usaha untuk
menunjukan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas, aktif dan
nyata, hal ini diperkuat oleh pernyataan Robert Hutchin, bahwa tujuan
pendidikan adalah mengembangkal akal budi supaya anak didik hidup penuh
kebijaksanaan demi kebaikan itu sendiri.
- Pandangan Ontologi
Segala apa yang ada di alam ini terdiri dari materi dan bentuk atau
badan, bila dihubungkan dengan manusia maka manusia itu adalah potensialitas
yang di dalam hidupnya tidak jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan,
tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauannya semuanya dapat
diatasi. Maka dengan suasana ini manusia dapat bergerak menuju tujuan untuk
mendekatkan diri pada sepernaturalis yang merupakan pencipta manusia itu
sendiri dan merupakan tujuan akhir.
- Pandangan Epistemologi
Filsafat perennialisme memberikan pengetahuan untuk membantu anak
menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki yang universal dan
konstan, kebenaran hanya dapat dicapai dengan baik melalui latihan intelektual
secara cermat untuk melatih pikiran dan
latihan karakter untuk mengembangkan manusia spiritual, dengan menggunakan
metode pendidikan latihan mental dalam bentuk diskusi, analisis melalui membaca
buku-buku karya besar dan sumber-sumber
buku lainnya.
- Pandangan Aksiologi
Perennialisme memandang masalah nilai berdasarkan asas-asas supernatular.
Nilai-nilai merupakan manifestasi dari hokum universal yang abadi dan sempurna,
sehingga ketertiban sosial hanya aka mungkin bila ide tersebut menjadi ukuran,
asas normative alam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikannya adalah
membina pemimpin yang sadar dan mempraktekan asas-asas normatif dalam semua
aspek kehidupan dengan orientasi memandang kenyataan sebagai sebuah dunia akan
pikiran an Tuhan, pengetahuan yang benar diperoleh melalui berfikir dan
keimanan dan kebaiakan berdasarkan perbuatan rasional.
2. Prinsip-prinsip Aliran Filsafat Pendidikan
Perennialisme
Di bawah ini dibahas beberapa prinsip aliran filsafat
pendidikan perennialisme :
·
Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah
manifestasi dari hokum universal yang abadi dan sempurna, yakni ideal sehingga
ketertiban sosial hanya mungkin bila ide itu mejadi ukuran, asas normative
dalam tata pemerintahan.
·
Orientasi pendidikan perennialisme adalah pada
dasarnya memandang kenyataan sebagai sebuah dunia akan pikiran dan Tuhan.
·
Pengetahuan yang benar diperoleh melalui
berfikir dan keimanan.
·
Kebaikan berdasarkan perbuatan rasional.
·
Membantu anak menyingkap dan menanamkan
kebenaran-kebenaran hakiki yang universal dan konstan.
·
Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan
baik melalui latihan intelektual dan karakter.
·
Metode pendidikan adalah latihan mental dalam
bentuk diskusi.
3. Penerapan Konsep Aliran Filsafat Perennialisme
dalam Sistem Pendidikan
Lahirnya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional beserta berbagai Peraturan Pemerintahnya, serta kebijakan-kebijakan
lainnya dalam dunia pendidikan di Indonesia yang menyeragamkan sistem, isi,
kurikulum berbagai jenis dan jalur pendidikan merupakan gambaran implementasi
nilai-nilai filsafat perennialisme dalam sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum
yang meneankan subjek akademik merupakan kurikulum nasional tradisional
konservatif yang sudah diterapkan sejak masa colonial penjajah Belanda samapai
saat ini. Penekanan pada pendidikan intelektual menjadi gambaran khas
pendidikan dan kurikulum nasional. Cerminan ini akhir-akhir ini juga menjadi
polemic hangat dengan adanya Ujian Akhir Nasional yang menentukan berhasil
tidaknya seorang peserta didik dalam menempuh proses pendidikannya.
Tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan bangsa
serta menjadikan menusia Indonesia sebagai manusia yang utuh berdasarkan
Pancasila juga tidak mengandung nilai-nilai yang tidak berbeda dengan apa yang
menjadi tujuan aliran filsafat pendidikan perennialisme yang pada intinya ingin
menjadikan manusia sebagai makhluk yang bahagia lahir dan batin dengan
mengutamakan pengembangan kemampuan akal piker peserta didik di atas alam biologisnya.
Pendekatan pembelajaran pada penguasaan materi, dengan
metode ekspositori dan inquiry malahan mendominasi dunia pendidikan nasional.
Dominasi ini pada akhirnya terasa meminggirkan pengembangan aspek sosial
kemasyarakatan sebagai salah satu aspek yang kemudian disadari, diperbaiki dan
dikembangkan aliran perennialisme.
C. Aliran Filsafat Pendidikan Essensialisme
1. Konsep Aliran Filsafat Pendidikan
Essensialisme
Essensialisme adalah aliran filsafat pendidikan yang
didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat
manusia. essensialis memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh
dengan fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak
ada keterkaiatan dengan doktrin tertentu. Essensialisme memandang bahwa
pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan
lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata
yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang
membentuk corak essensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung
essensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan
sifatnya yang utama.
Realisme modern yang menjadi salah satu eksponen
aliran essensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik,
sedangan idealisme modern pandangan-pandangannya bersifat spiritual. Cirri dari
kedua aliran ini adalah alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada
diri sendiri dan dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari
pengalaman terletak pada dunia fisik. Dan disana terdapat sesuatu yang
menghasilkan penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat
mental. Jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran
yang berasal dari dunia fisik, maka anggapan mengenai adanya kenyataan ini
tidan hanya sebagai hasil tinjauan sepihak, berarti bukan hanya dari subjek
atau objek semata-mata, melainkan pertemuan keduanya.
a.
Pandangan Ontologi
Dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya yang
tiada cela pula. Bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah
disesuaikan dengan tata alam yang ada. Pribadi yang dibentuk adalah pribadi
yang bahagia di dunia akhirat.
b.
Pandangan Epistemologi
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk
mengerti epistemologi essensialisme. Apabila manusia mampu menyadari realita
sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam
tingkat atau kualitas rasionya mampu memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan
kualitas inilah manusia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam
benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial dan agama.
c.
Pandangan Aksiologi
Nilai-nilai dalam aliran essensialisme berasal dan bergantung pada
pandangan-pandangan idealisme dan realisme. Menurut idealisme hokum-hukum etika
adalah hokum kosmos, karena itu seseorang dapat dikatakan baik jika banyak
interaktif berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Sikap, tingkah
laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan
buruk. Orang yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara atau peristiwa
lain yang membutuhkan suasana formal tenang, haruslah bersikap formal teratur.
Sementara prinsip realis tentang etika adalah melalui asas ontologi bahwa
sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya.
Masalah baik buruk realisme bersandar pada keturunan dan lingkungan. Perbuatan
seseorang adalah hasil perpaduan yang timbul sebagai akibat adanya saling
berhubungan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh dari
lingkungannya.
2. Prinsip-prinsip Aliran Filsafat Pendidikan
Essensialisme
Prinsip pokok dari aliran essensialisme dalam sejarah
perkembangannya menerapkan berbagai pola idealisme dan realisme sebagai berikut
:
·
Realisme yang mendukung essensialisme disebut
realisme objektif karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam
serta tempat manusia di dalamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran
realisme dapat dilihat dar fisika dan ilmu pengetahuan lain yang sejenis. Aspek
dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang berjalan khusus.
Suatu kejadian yang paling sederhanapun dapat ditafsirkan menurut hukum alam
diantaranya daya tarik bumi. Sedangkan ilmu-ilmu lain mengembangkan teori
mekanisme, dunia itu ada dan terbangun atas dasar sebab akibat.
·
Idealisme objektif mempunyai pandangan kosmis
yang lenih optimis. Pandangan-pandangan realisme objektif bersifat menyeluruh
dan meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam
semesta ini pada hakikatnya adalah iwa tau spirit. Idealisme menetapkan suatu
pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata.
3. Penerapan Konsep Aliran Filsafat
Essensialisme dalam Sistem Pendidikan
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya
mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme,
bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri,
terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke
makrokosmos. Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang dicapai
oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak didahului
oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak
berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk,
ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau
pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi kepada benda, lelapi
benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang
dan waktu.
Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar
dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai
substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri. Seorang filosuf
dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang hakikat
sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang
pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah
tertentu yang diatur oleh alam. Berarti pula bahwa pendidikan itu adalah
sosial. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh
nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan
di teruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian pandangan-pandangan
realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi
terbatas.
Determiuisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah
mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada,
yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh
penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis. Determinisme
terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa
meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak
dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas
yang diperlukan.
D. Aliran Filsafat Pendidikan
Rekonstruksionisme
1. Konsep Aliran Filsafat Pendidikan
Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris
reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan,
aliran rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha merombak tata susunan
lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak moderen. Aliran
rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak
menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut memandang bahwa
keadaan sekaran merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh
kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki aliran rekonstruksionisme
tidak sama dengan perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda
dalam pemecahan masalah yang akan ditempuh untuk megembalikan kebudayaan yang
serasi dalam kehidupan. Aliran rekonstruksionisme menempuh dengan jalan
berupaya membina consensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan
tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Aliran rekonstruksionisme adalah aliran pendidikan
yang berorientasi pada massyarakat yang lebih memperhatikan kebutuhan
masyarakat dan melayani seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat menghadapi
sejumlah masalah masalah yang membingungkan yang menuntut adanya rekostruksi
terhadap semua sistem nilai yang ada.
a.
Pandangan Ontologi
Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu bersifat universal,
yang mana realita itu ada dimana dan sama di setiap tempat. Untuk mengerti
suatu realita beranjak dari suatu yang konkrit dan menuju ke arah yang khusus
menampakan diri dalam perwujudan sebagaimana yang kita lihat dihadapan kita dan
ditangkap oleh panca indera manusia seperti hewan dan tumbuhan atau benda lain
di sekeliling kita.
b.
Pandangan Epistemologi
Kajian epistemologi aliran ini lebih merujuk pada aliran pragmatisme dan
perenialisme. Berpijak dari pola pemikiran bahwa untuk memahami realita alam
semesta memerlukan suatu asas tahu dalam arti bahwa tidak mungkin memahami
realita ini tanpa melalui proses pengalaman dan hubungan dengan realita
terlebih dahulu melalui penemuan pintu gerbang ilmu pengetahuan. Karenanya,
baik indera maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pegetahuan dan akal yang
dibawa oleh panca indera menjadi pengetahuan yang sesungguhnya.
c.
Pandangan Aksiologi
Aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas
supernatural, yakni menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan
prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah emanasi yang potensial yang
berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan dan atas dasar inilah tinjauan tentang
kebenaran dan keburukan dapat diketahui.
2. Prinsip-prinsip Aliran Filsafat Pendidikan
Rekonstruksionisme
Aliran filsafat rekonstruksionisme memilki dua premis
utama,
·
Masyarakat membutuhkan rekonstruksi atau
perubahan yang terus menerus.
·
Perubahan masyarakat tersebut mencakup
rekonsruksi pendidikan dan penggunaan pendidikan dalam rekonstruksi masyarakat.
3. Penerapan Konsep Aliran Filsafat
Rekonstruksionisme dalam Sistem Pendidikan
Nilai-nilai dasar dari filsafat rekonstruksionisme
sebenarnya sudah ada penerapannya dalam sistem pendidikan nasional di
Indonesia. Kalau dilihat indikator perkembangan Sisdiknas, khususnya
popularisasi pendidikan, maka paradigma Sisdiknas bahwa (Tilaar, 2000 : 81) :
Ø
Peningkatan pendidikan merupakan pemutusan mata
rantai kemiskinan
Ø
Mempercepat terpenuhinya pendidikan sekolah
dasar untuk semua anak usia sekolah dasar.
Ø
Merintis pelaksanaan wajib belajar 9 tahun untuk
meningkatkan kecerdasan masyarakat.
Paradigma di atas mencerminkan adanya nilai-nilai
filsafat rekonstruksi sosial dalam Sisdiknas. Hanya saja hasil yang dicapai
menunjukan bahwa meningkatnya tingkat pendidikan rata-rata penduduk ternyata
tidak dengan sendirinya menurunkan angka kemiskinan pada bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat
pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan
penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Jadi
jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang bersifat
filosofis, wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan menyelesaikannya.
Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa ahli
filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah
terdapat pebedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan
kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama.
Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh faktor-faktor lain seperti latar
belakangpribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran
manusia di suatu tempat.
Filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa
merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan
bangsa tersebut, termasuk aspek di bidang pendidikan. Filsafat pendidikan yang
dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa, sedangkan
pendidikan merupakan sutau cara atau mekanisme dalam menanamkan atau mewariskan
nilai-nilai filsafat itu sendiri.
Untuk menjamin agar pendidikan itu prosesnya efektif, maka dibutuhkan
landasan-landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normative dan
pedoman pelaksanaan pembinaan. Telah disebutkan beberapa aliran-aliran filsafat
pendidikan kontemporer yang berkaitan dengan sistem pendidikan di Indonesia,
diantaranya progressivisme, perenialisme, essensialisme dan rekonsruksionisme.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal.
2005. Filsafat Ilmu. Jakarta :
RajaGrafindo Persada
Bakker, Anton.
1984. Metode-metode Filsafat. Jakarta
: Ghalia Indonesia
Golshani, Mehdi.
2003. Filsafat Sains Menurut Al Quran. Bandung
: Mizan
Noor Syam, Muhammad. 1986. Filsafat
Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional